Alkisah pada zaman dahulu kala di sebuah tepian hutan belantara hiduplah
sepasang Kakek – Nenek Tua pencari kayu bakar yang sangat
merindukan kehadiran seorang anak, yang di rasakan takkan mungkin akan mereka dapatkan
di usianya yang senja. Suatu ketika bertemulah mereka dengan sosok Raksasa
di tengah hutan yang dapat memenuhi keinginan mereka agar dapat memiliki
seorang anak. Namun dengan satu syarat bahwa kelak jika anak itu telah genap
berusia 17 tahun,
maka sang Raksasa itu pun akan datang kembali untuk
mengambilnya dan menjadikannya sebagai santapannya.
Sang Raksasa
hutan itu pun lalu memberikan sebungkus biji mentimun kepada
mereka, dan tanpa pikir panjang lagi pasangan Kakek – Nenek Tua
itu pun dengan senang hati menerima bungkusan biji mentimun
pemberian sang Raksasa, serta bersedia menyetujui persyaratan
yang di minta oleh sang Raksasa. Singkat cerita segera di tanamlah biji-biji
mentimun pemberian sang Raksasa tadi di kebun milik
mereka. Dan setelah berbulan – bulan sabar menunggu panen mentimun, ternyata di
temukan suatu keanehan pada salah satu buah mentimun hasil panenan mereka. Yang
mana salah satu di antaranya besar buahnya dan berwarna kuning keemasan.
Dengan harap
cemas bercampur penasaran maka di bukalah buah mentimun itu dengan penuh kehati
– hatian sesampainya mereka di rumah. Dan betapa terkejutnya mereka mengetahui
bahwa ternyata terdapat seorang bayi perempuan di dalamnya….” Dengan hati riang
gembira mereka berdua pun kemudian memelihara bayi mungil itu dan memberi nama
: Timun Mas padanya. Dan anak perempuan itu kian lama kian
tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang cantik jelita. Semakin mendekati
usianya yang ke 17 tahun, maka semakin teringatlah sang Kakek
dan Nenek Tua itu akan perjanjiannya dengan sang Raksasa penguasa hutan. Yang
sudah barang tentu membuat hati keduanya merasa sedih dan berduka jika
mengingatnya.
Ditengah
kebingungan dan rasa takut kehilangan puteri satu – satunya yang sangat mereka
cintai itu, maka pergilah mereka menemui seorang Pertapa Sakti,
yang tengah tekun bertapa di dekat sebuah puncak gunung. Dan tanpa di duga sang
Pertapa Sakti itu pun ternyata sudah mengetahui maksud
kedatangan mereka. Tanpa banyak bertanya sang Pertapa Sakti
itu pun lalu memberikan sebuah bungkusan kepada pasangan Kakek – Nenek
Tua itu, yang dapat di pergunakan sebagai senjata untuk menghadapi
Raksasa hutan pemakan manusia itu. Dengan hati gembira mereka pun pulang
kembali ke pondok mereka di tepi hutan dan menyimpan dengan baik bungkusan yang
telah di berikan sang Pertapa Sakti itu kepada mereka.
Tak terasa
genaplah kini Timun Mas menginjak usia ke 17 tahunnya.
Sesuai batas waktu perjanjian maka datanglah sang Raksasa ke
pondok mereka untuk menagih janji kepada kedua orang tuanya, yaitu memberikan Timun
Mas sebagai santapannya pada usianya yang ke 17
tahun. Namun ternyata sang Kakek dan Nenek Tua itu bersikeras melindungi puteri
kesayangannya Timun Mas, seraya memberikan bungkusan dari sang
Pertapa Sakti agar di pergunakan sebagai senjata oleh Timun
Mas untuk menghadapi sang Raksasa penguasa hutan. Lalu
berlarilah Timun Mas menyelamatkan diri atas petunjuk kedua
Orang Tuanya. Yang tentu saja hal ini membuat sang Raksasa
kian murka dan memporak – porandakan pondok tempat tinggal mereka. Sang Raksasa
yang kelaparan itu pun lantas mengejar Timun Mas, yang
berusaha lari sembunyi menyelamatkan diri.
Dalam
pelariannya itu maka di tebarlah isi bungkusan yang pertama yaitu biji
– biji mentimun yang seketika berubah menjadi hamparan luas ladang
mentimun yang berdaun dan berbuah sangat lebat…” Sang Raksasa
yang kelaparan itu pun tanpa tedeng aling – aling segera menyantap buah – buah
mentimun di hamparan ladang nan luas itu hingga kekenyangan bahkan membuatnya
tertidur sejenak. Namun kemudian dia pun terbangun dan tetap mengejar kembali Timun
Mas dengan langkah – langkah kakinya yang panjang. Melihat sang Raksasa
mengejarnya kembali, maka Timun Mas pun terus berlari sambil
menaburkan isi dari bungkusan yang kedua yaitu Jarum, dan
segeralah taburan jarum – jarum itu menjelma menjadi rimbunnya hutan bambu yang
berduri – duri tajam. Hal ini cukup menghambat langkah pengejaran yang di
lakukan sang Raksasa, oleh karena kakinya sering tertusuk duri
– duri tajam rimbunya hutan bambu. Namun hal itu tak membuatnya jera dan terus
berusaha mengejar buruannya.
Melihat sang Raksasa
dapat berhasil keluar dari hutan bambu jebakan itu, Timun Mas
pun kembali berlari menyelamatkan diri dan mengeluarkan seraya menaburkan isi
bungkusan yang ke tiga yaitu Garam, dan seketika berubah
menjadi lautan yang amat Luas. Sang Raksasa
pun kembali tercenggang demi melihat lautan luas di hadapannya, sementara si Timun
Mas tengah berada di seberangnya. Dengan wajah yang kian buas dan
marah, sang Raksasa pun tak mau kalah, lalu berusaha berenang
menyebranginya mengejar Timun Mas. Dan ternyata Raksasa itu pun
berhasil menyebrangi lautan nan luas itu. Dalam ketakutan dan puncak
keletihannya demi melihat keberhasilan sang Raksasa
menyebrangi lautan jebakannya serta kembali menyusulnya, maka Timun Mas
pun pasrah dengan isi bungkusan terakhirnya yaitu : Terasi.
Sambil
menangis dan berlari ketakutan akhirnya ia pun menaburkan isi bungkusan
terakhirnya Terasi, yang seketika menjelma menjadi sebuah
danau lumpur panas yang mendidih. Dengan congkak dan tertawa terbahak – bahak
sang Raksasa pun berniat kembali menyebrangi danau lumpur
panas itu demi mendapatkan daging buruannya. Namun ternyata kali ini sungguh di
luar dugaanya. Sesampainya sang Raksasa di tengah danau lumpur
panas itu, ternyata ia tak mampu lagi untuk berenang. Semakin Ia berusaha untuk
berenang, justru tubuh besarnya itu pun kian lama kian terhisap kedalam lumpur
panas itu hingga tenggelam dan tak muncul – muncul lagi.
Melihat sang Raksasa
pemburu itu tak muncul – muncul lagi, maka legalah kini hati si Timun
Mas dan berniat kembali pulang ke Pondoknya. Sesampainya di rumah
alangkah bahagia dan gembiranya hati kedua orang tuanya demi melihat sang
puteri kesayangannya, ternyata Selamat dari kejaran sang Raksasa
hutan pemangsa manusia itu.
Mereka pun kini dapat kembali
berkumpul dan berbahagia bersama sebagai sebuah keluarga, seraya berucap syukur
atas keselamatan dan perlindungan yang telah Tuhan berikan melalui senjata
ampuh pemberian sang Pertapa Sakti, yang tekun bersamadhi di puncak sebuah
gunung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar